Selasa, 29 November 2011

Hambatan dalam Mengembangkan Potensi Diri


Potensi yang terdapat dalam diri seseorang berbeda-beda, ada yang memiliki potensi di bidang akademis, dan ada juga di bidang non-akademis. Selain itu potensi diri juga bisa di kategorikan sebagai cita-cita yang ingin di capai oleh orang tersebut. Sebagai contoh, seorang anak kecil bercita-cita ingin menjadi seorang pilot, dokter, arsitek, presiden, dan sebagainya.
Dalam mengembangkan potensi diri tersebut ada berbagai macam hambatan dan rintangan yang harus di jalani, selain itu ada juga cara untuk mencapai cita-cita atau potensi yang kita inginkan. Hambatan ini bisa datang dari dalam ataupun dari luar. Hambatan yang datang dari dalam diri contohnya adalah: kita masih merasa kurang cocok dengan cita-cita atau keinginan yang akan kita capai. Dan contoh hambatan yang datang dari luar diri adalah: orang terdekat kita merasa cita-cita yang kita ambil kurang cocok.
Dalam hal ini orang terdekat yang saya maksud adalah orang tua kita sendiri. Mereka merasa cita-cita yang kita ambil kurang bermanfaat di masa depan. Kondisi yang paling sering di tentang oleh orang tua kepada anaknya adalah ketika si anak lebih memilih potensi di bidang non-akademis dari pada di bidang akademis. Contohnya si anak lebih memilih di bidang seni musik atau memilih di bidang seni rupa. Dalam benak mereka adalah orang yang memilih di bidang non-akademis saat masa tua-nya tidak akan bahagia (dalam hal materi).
Orang tua lebih senang anaknya memiliki cita-cita di bidang akademis, ya minimal si anak menjadi polisi, mungkin agar si anak bisa di banggakan di depan umum. Padahal itu semua merupakan persepsi yang salah. Banyak orang menjadi besar dan terkenal dari bidang non-akademis. Selain itu banyak anak yang perang batin antara mematuhi perintah orang tua-nya atau mengikuti kemampuannya di bidang yang mulai dia tekuni itu.
Dalam hal ini banyak anak yang mau tidak mau harus mengikuti kemauan orang tuanya, sebenarnya tidak ada orang tua yang ingin menjerumuskan anaknya, mereka hanya ingin melihat sang anak bahagia di masa tua-nya nanti. Tapi cara yang mereka gunakan sebenarnya salah, mereka mengekang anak dalam mengembangkan potensi diri yang ada di dalam diri sang anak. Selain dari pihak orang tua, pihak sekolah juga turut andil dalam pengembangan potensi si anak.
Sekolah di Indonesia masih menerapkan semua mata peajaran, tidak seperti di Luar Negeri yang membebaskan siswanya memilih mata pelajaran yang mereka senangi. Sebagai contoh jika si anak suka pelajaran fisika, seharusnya dia belajar fisika, tidak belajar pelajaran bahasa, biologi, dan sebagainya. Jadi hanya di fokuskan satu pelajaran yang dia senangi itu. Tidak ada orang di dunia ini yang bodoh, pada dasarnya semua manusia pintar, tapi kepintarannya ini banyak yang tidak tersalurkan. Dan tidak semua manusia pintar dalam segala bidang, contohnya kita suruh para fisikawan untuk membaca not balok, mereka tentu tidak bisa di karenakan bukan bidang ke ahliannya, begitu juga para musisi kita suruh untuk merancang sebuah rumah, mereka juga tentu tidak bisa karena bukan bidangnya.
Sebagai contoh, saya memiliki potensi di bidang non-akademis, yaitu di bidang seni musik. Saya lebih tertarik mempelajari berbagai jenis alat musik ketimbang menghafal rumus dalam pelajaran matematika, fisika, dan kimia. Alat musik pertama yang saya pelajari adalah gitar, awalnya saya meminta orang tua untuk membelikan sebuah gitar untuk menghilangkan rasa bosan. Seiring berjalannya waktu saya meminta orang tua untuk mempelajarinya lebih dalam, tapi apa yang terjadi, orang tua tidak mengizinkan.
Akhirnya saya belajar secara sendiri dengan membeli beberapa buku dan menonton tutorial-nya di internet. Saat saya meminta orang tua saya untuk memberi saya les gitar, mereka mengatakan: “untuk apa les gitar? Masih ada pelajaran yang lebih penting yang masih bisa kamu lakukan”. Dari situ saja sudah dapat di lihat kalau orang tua menghambat potensi yang ada dalam diri anaknya.
Selain itu mereka juga pernah berbicara seperti ini kepada saya: “kalau kamu ingin menjadi musisi, lebih baik kamu berhenti sekolah”. Ancaman seperti ini sering sekali di ucapkan oleh orang tua kepada anaknya agar si anak menuruti perintah orang tua. Dengan berat hati saya terpaksa menuruti perintah orang tua agar mereka tidak kecewa. Biarpun mendapat hambatan seperti ini, saya tidak pernah menyerah, ilmu tersebut tidak hanya di dapatkan di tempat les, ilmu tersebut masih bisa saya di dapatkan di internet, buku, dan teman-teman.
Selain gitar, alat musik yg bisa saya mainkan adalah bass, walaupun masih standar, awalnya setelah mendapatkan gitar, saya ingin meminta orang tua membelikan saya bass, sebelum saya meminta, saya sudah tau jawabannya pasti “TIDAK DI BELIKAN”. Itu juga merupakan hambatan saya. Jika ada kesempatan, saya ingin belajar berbagai alat musik, walaupun masih di tentang oleh kedua orang tua.
Untuk kedepannya saya tetap akan mengembangkan potensi yang ada di dalm diri saya, yaitu di bidang seni musik, untuk para orang tua sadarilah potensi yang terdapat di dalam diri anak anda, jangan egois, tidak semua anak merasa nyaman terhadap apa yang anda lakukan. Cobalah memberi sang anak kebebasan dalam memilih apa yang ingin di capainya, siapa tau sang anak lebih unggul di bidang non-akademis ketimbang di bidang akademis.
          Untuk para anak, jangan takut untuk bicara pada orang tua kalian tentang apa yang kalian capai, beri pengertian orang tua. Apabila waktu bisa di putar ulang saya ingin mengembangkan potensi saya, sebenarnya banyak kesempatan di masa lalu, tapi kesempatan di masa yang akan datang juga ada, maka dari itu janganlah menyia-nyiakan kesempatan yang datang tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar